Kisah Fiksi Islami Tanpa Basa-Basi





Kuperhatikan wajah
Sang bidadari,
Harum wanginya pengantin syurga.

     Bekas tamparan itu masih nampak jelas di pipi bagian kiriku, aku kembali mengingat kejadian dimana seorang “aku” menjadi sosok yang keras kepala lagi angkuh. Perlahan namun pasti, aku mencoba melupakan semua yang terjadi beberapa bulan belakangan ini dengan tetap diam.

     “Farza, jika kau tetap teguh pada pendirianmu untuk tetap bekerja di luar maka lupakan semua tentang kami dan jangan panggil aku ayah di kemudian hari ketika kau sudah menyadari kealpaanmu itu," ucap ayah dengan wajah yang memerah menahan amarah bercampur sedih yang mendalam.

     “Jika itu keputusan ayah, aku tidak bisa mengelak lagi," jawabku datar. Semua rasa berkecamuk dalam ruang-ruang hatiku, marah, sedih, kecewa, dan penyesalan, namun semua itu tertutupi oleh rasa angkuhku yang begitu besar.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

     Perkenalkan namaku Farza Hasnamudhia, seorang entrepreneur muda yang bisa dibilang cukup sukses, saat ini saja sudah banyak perusahaan-perusahaan besar yang menjadi klien tetapku. Jadi wajar bila rumahku bak istana yang megah dengan furniture-furniture ori yang didatangkan langsung dari kota asalnya.

     Aku seorang anak semata wayang, ayahku adalah seorang petani gadum sedangkan ibuku adalah seorang penjahit yang terkenal di daerahku. Dulu ketika usiaku belum genap 5 tahun, ibu selalu menanamkan cinta akan dunia jahit-menjahit padaku, tapi entah mengapa aku tidak begitu tertarik dengan hal itu. Aku lebih suka pergi ke tempat-tempat penjualan furniture, kebetulan bibiku adalah seorang entrepreneur yang sudah lama berkecimpung di dunia furniture. Jadi, aku tidak perlu melancong kemana-mana untuk sekedar melihat-lihat berbagai jenis furniture.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

     Pagi itu hari senin, 21 januari. Sekitar jam 08.00 WIB, tak seperti biasanya ayah dan ibu menemuiku lansung di kamarku, wajah mereka tampak resah dan menyembunyikan rasa khawatir berlebih. Entah apa yang akan terjadi hari ini.

     “Farza, kau tampak sibuk sekarang. Tidakkah ini berlebihan, sampai tak ada waktu untuk kami," ucap ayah sembari menepuk pundakku, kebetulan saat itu aku sedang over work. Banyak e-mail yang belum ku read dan belum sempat mengecek tumpukan berkas yang menantiku di ujung meja.

     “Sudahlah Ayah, ini hidupku. Aku tidak merasa terbebani dengan semua ini," jawabku tanpa menoleh ke arahnya dan tetap fokus kearah layar monitorku yang menyala redup.

     “Baiklah, kau sudah besar sekarang," ucap ibu dengan lembut, mereka berdua berjalan alun menuju pintu kamarku, aku menoleh sesaat lalu kemudian berpaling kearah layar monitorku yang seakan memanggilku untuk kembali menatapnya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

     Dua bulan berselang. Pada selasa, 21 maret. Aku mendapatkan penawaran kerjasama dari klien luar negeri, sontak saja hal itu membuatku terkejut sekaligus bahagia.

     “Ini perusahaan internasional yang terkenal, kau harus mengadakan big party," usul Rasya dan Ubbaid serentak.

     “But, my parents? Mereka pasti tidak akan menyetujuinya," ucapku.

     “Okay, you exist in this world because of them, but this is your life Farza," Rasya membujukku.

     “Mereka tak tahu-menahu tentang apa yang telah kau perjuangkan, mereka hanya tahu hasil saja," tambah Ubbaid.

     “Fix, party!!!” teriakku girang. Mereka berdua menarik tanganku dengan cepat untuk menari berputar-putar ala Mr. Bean the funny face.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

     Jum’at, 24 april. Aku terlelap di atas tumpukan berkasku, menghadap laptop.

     “Farza …," panggil ayah.

     “Ya, aku tertidur sebentar tadi, aku sangat sibuk tolong jangan ganggu aku Ayah," ucapku.

     “Ayah ingin bicara sebentar”  ucap ayah penuh harap.

     “Sibuk Ayah, aku sibuk. Aku bukanlah seorang penjahit seperti ibu yang tak punya banyak kesibukan, aku seorang entrepreneur Ayah!”  jawabku kesal.

     Tak kuduga kata-kataku barusan membuat ayah marah besar, ia membanting laptopku dengan sangat keras “inikah temanmu? Inikah dia yang berguna!?” ucap ayah dengan nada tinggi.

     Aku terdiam, “kau bukan Ayahku!”, teriakku.

Plak … tamparan melayang ke pipi bagian kiriku, “Ayah….” dunia mengabu.

     “Farza, jika kau tetap teguh pada pendirianmu untuk tetap bekerja di luar maka lupakan semua tentang kami dan jangan panggil aku ayah di kemudian hari ketika kau menyadari kealpaanmu itu," ucap ayah dengan wajah memerah menahan amarah bercampur sedih yang mendalam.

     “Jika itu keputusan Ayah, aku tak bisa mengelak," jawabku datar. Semua rasa berkecamuk dalam ruang-ruang hatiku, marah, sedih, kecewa, dan penyesalan, namun semua  itu tertutupi oleh rasa angkuhku yang begitu besar. Hari itu aku memutuskan untuk pergi dari rumah dan pindah ke apartemen yang sudah kubeli setahun yang lalu.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

     Jum’at, 25 mei. Aku pingsan di ruang kerjaku, aku lekas dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh rekan-rekan kerjaku. Akhir-akhir ini hidungku sering mengeluarkan darah, namun aku tak pernah menghiraukannya. Aku menganggap itu sebagai efek kelelahan bekerja saja, aku tak tahu jika hal itu akan menjadi petaka besar bagiku dan kehidupanku di kemudian hari.

     Tepat pukul 17.39 WIB, dokter memvonisku positif kanker darah stadium tiga. Dunia serasa di ambang neraka, aku hanya bisa terdiam. Inikah hari dimana aku menyadari kealpaanku? “Ayah..," tak kusadari air mataku sudah membasahi pipiku.

     Hari-hariku berlalu dengan sangat lambat dan membosankan, aku hanya bisa terbaring di ranjang rumah sakit tanpa laptop, tanpa tumpukan berkas, dan tanpa pesta.

Tirai sebelahku kebetulan terbuka sedikit, aku berusaha mengintip.Berharap ada seseorang yang bisa menjadi teman bicaraku selama aku di rawat disini.

     “Hai, siapa namamu?” tanyaku memulai pembicaraan.

     Ia membuka tirainya, tampaklah sosok gadis berjilbab yang teduh matanya.

“Assalamu’alaikum," ucapnya sembari mengembangkan senyum.

“Wa’alaikumussalam, siapa namamu?” aku kembali bertanya.

“Rahmah, siapa pula namamu?” tanya gadis bermata teduh itu.

“Farza, namaku Farza. Apa yang menyebabkanmu berada disini?” tanyaku.
“Kehendak Allah, aku disini karena takdir yang telah Allah tuliskan untukku di lauhul mahfudz jauh sebelum aku dilahirkan," jawabnya tenang.

Ia telah menjadi teman bicara yang menyenangkan, ada yang berbeda dainya. Aku belum pernah merasa setenang ini ketika mencurahkan isi hatiku kepada rekan-rekan kerjaku, saat ini seorang Rahmah telah menjadi prioritas dalam ruang hatiku.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Rabu, 01 juni. Aku mulai belajar banyak dari gadis bermata teduh itu, aku merasa seperti tanah tandus yang tersirami air hujan yang jernih.Aku sudah berusaha istiqamah dalam shalat dan membaca Al-Qur’an, aku merasa kembali dalam fitrah seorang hamba.

Tapi ada yang mengganjal dalam hatiku, “Ayah...”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Ahad, 19 juni.Dokter menemuiku, kali ini tidak sendirian.Ada dua orang yang ikut masuk ke ruanganku, wajahnya tak asing. “Ayah….Ibu…” aku lompat dari ranjangku namun Brakkkkkk……”akhhhh…” aku terjatuh. Dengan tergopoh-gopoh ayah dan ibu membantuku berdiri, mereka adalah orang tuaku.

“Ayah, aku…” aku terdiam.

“Sudah, yang berlalu biarlah berlalu. Kami sangat merindukan putri kami yang cantik ini," ucap ayah. Mereka memelukku lagi, kehangatan yang kukira sudah hilang dan tak akan pernah terulang kembali. Inilah rencana dari sang Maha pembuat rencana.

“Rahmah, dimana Rahmah? Kenapa dia taka da disini, Dokterr!!” teriakku histeris ketika menyadari bahwa Rahmah sudah taka da di ranjangnya lagi.

“Siapa Rahmah, nak?” tanya ibu.

“Ia malaikatku, aku ingin Rahmah," tangisku meledak.

Secarik surat untuk Ananda Farza, ucap seorang perawat sembari menyodorkan secarik kertas putih kepadaku.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ananda Farza yang indah perangainya lagi bening hatinya. Maaf aku harus pergi terlebih dahulu, maaf aku harus pergi meninggalkanmu di dunia yang penuh rupa-rupa ini. Maaf, aku tak lagi bisa menyeka air matamu saat kau menangis. 
Saat ini, Allah telah memanggilku untuk menghadap ke haribaan-Nya. Farza, kehidupan kita singkat rupanya. Rasanya baru kemarin kita bercengkrama, kini sudah terpisah oleh takdir. 
Ananda tercinta, ayah dan ibumu adalah malaikat yang Allah anugerahkan untukmu di dunia ini. Yang menjagamu dikala kau lupa menjaga diri, yang membantumu bangkit dikala keterjatuhan menimpamu. Cintai mereka karena kau adalah wujud cinta mereka.
Jika kau merindukanku, sebut namaku dalam do’amu, supaya ringan siksa kuburku.
Ananda, jadilah muslimah yang kaffah mulai detik ini. Yang menjaga izzah dan juga iffahnya, wanita tidak sepatutnya bekerja di luar rumah yang mengharuskannya berinteraksi dengan lelaki ajnabi tanpa ada batasan lagi, kalaupun itu mendesak maka perhatikan batasannya dan juga hak-hak orang lain. Terutama kedua orang tuamu, beri mereka waktumu. Aku yakin mereka sangat menyayangimu. Kau pasti bisa sukses dengan tetap memprioritaskan kedua orang tuamu, contohlah ibunda Khadijah ra, Aisyah ra, dan Fatimah Az-zahra ra, yang menjadi wanita-wanita penghuni syurga bukan karena harta apalagi jabatan melainkan karena kecintaannya terhadap Allah dan Rasul-Nya. Ridho orang tua juga Ridho Allah, bukan? 
Terima kasih untuk hari-hari yang indah, aku pamit wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
                                                            Ahad, 19 juni 99

                                                            Rahmah Khaerunnisa

Dengan langkah gontai aku memasuki ruang jenazah, perlahan kubuka kain penutup wajahnya. Kuperhatikan wajah sang bidadari, harum wanginya pengantin syurga.

Selamat jalan Rahmah Khaerunnisa. Seketika dunia gelap, aku tak sadarkan diri.

Aku mencintaimu saudariku Rahmah.

(Lampung, 2017)


Facebook   : Ukmf Salam Ushuluddin
Instagram  : ukmf_salam
YouTube    : Fusa Ukmf Salam
Blog            : ukmfsalam.blogspot.com
-------------------------------------------------
-Fokuskan Mata Lensa Potret Jalan Dakwah-
-------------------------------------------------
#Medkominfo_Salam_2019
#Ukmf_Salam
#TIDMDD
#SHBN

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

SIDIC (SALAM Discussion Club)

Perhiasan?

Nabi Melantunkan Syair